Minggu, 31 Oktober 2010

Wanita Yang Beruntung (Wujud Cinta Sejati)

Suasana pagi itu sangat sibuk. Jam menunjukkan pukul 8:30 ketika seorang lelaki tua umur 70-an masuk untuk meminta agar jahitan di ibu jarinya dilepas. Ia berkata bahwa ia sedang terburu-buru karena ada janji pukul 9:00. Aku memahami gelagatnya lalu memintanya untuk duduk. Aku tahu pekerjaan ini akan memakan waktu lebih dari satu jam sebelum orang lain bisa menemuinya.


Aku perhatikan ia melihat jamnya lalu memutuskan untuk dilepas jahitannya. Karena saat itu aku sedang tidak sibuk dengan pasien-pasien lain, maka kuteliti luka di ibu jarinya. Ternyata lukanya telah sembuh dengan baik, lalu kukatakan kepada salah seorang dokter apa yang hendak kulakukan. Aku lalu menyiapkan peralatan dan barang-barang yang kuperlukan untuk melepas jahitan dan membalut lukanya.


Sambil merawat lukanya aku terlibat dalam pembicaraan dengannya. Aku bertanya apakan pagi ini ia punya janji dengan salah seorang dokter di sini karena ia tampak begitu terburu-buru. Ia menjawab tidak, ia harus pergi ke rumah perawatan (nursing home) untuk sarapan bersama istrinya. Aku lalu bertanya tentang keadaan istrinya. Ia berkata bahwa istrinya menderita Alzheimer dan belum lama dirawat di tempat itu.


Sambil mengobrol, kuselesaikan balutan di ibu jarinya. Aku bertanya apakan istrinya akan merasa khawatir bahwa hari ini ia agak terlambat. Ia menjawab bahwa istrinya sudah lima tahun tidak lagi mengenalinya.


Aku merasa terkejut dan bertanya, "Apakah kau pergi ke sana setiap hari meski istrimu sudah tidak mengenalimu?"


Ia tersenyum menepuk tanganku lalu berkata, "Benar ia tidak mengenaliku, tapi aku kan mengenalinya!"


Aku harus menahan tangis haruku ketika ia pergi. Aku merenung, "Ini adalah jenis cinta yang kuharapkan dalam hidupku."


Sungguh istrinya adalah wanita yang beruntung. Seharusnya kita semua memiliki cinta semacam ini. Cinta sejati tidak bersifat jasmani, dan tidak pula hanya bersifat romantis. Cinta sejati adalah kesediaan untuk menerima apa adanya, dan kerelaan untuk menerima apa yang telah, apa yang akan dan apa yang tidak akan terjadi.



Pensil


Pembuat pensil menaruh pensil disampingnya sebelum ia memasukkannya ke dalam kotak. "Ada lima hal yang perlu kau ketahui sebelum aku mengirimmu ke dunia," kata pembuat pensil kepada pensil.

"Pertama, kau dapat melakukan banyak hal yang besar asal kau bersedia berada dalam genggaman orang.

Kedua, kau akan merasakan pedihnya rautan dari waktu ke waktu, tapi kau membutuhkan itu agar menjadi pensil yang lebih baik.

Ketiga, kau harus bisa mengoreksi kesalahan yang kau goreskan.

Keempat, yang terpenting darimu adalah bagian dalam    tubuhmu.

Kelima, pada permukaan apa saja kau digoreskan, kau harus dapat meninggalkan coretan (kesan)," jelas si pembuat pensil

Pensil memahami semua nasehat itu dan berjanji akan selalu mengingatnya.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Harga Sebuah Keajaiban




Tess menjadi dewasa sebelum waktunya ketika mendengar Mama dan Papanya berbicara tentang adik kecilnya, Andrew. Dari pembicaraan kedua orang tuanya, ia tahu bahwa adiknya sangat sakit padahal mereka tidak memiliki uang. Hanya operasi mahal yang dapat menyelamatkan Andrew, dan tampaknya tidak ada orang yang dapat memberi mereka pinjaman uang.
            Tess mendengar Papanya berbisik putus asa kepada Mamanya yang sedang menangis, “Hanya keajaiban yang dapat menyembuhkannya”.
            Tess pergi ke kamarnya, mengeluarkan tabungan dari persembunyiannya di lemari pakaian, lalu menuangkan semua isinya ke lantai. Ia kemudian menghitung dengan teliti, bahkan melakukannya tiga kali. Jumlah hitungan harus tepat. Tidak boleh ada kesalahan. Ia kemudian memasukkan kembali uang receh itu ke dalam tabungan, menutupnya, lalu menyelinap ke luar lewat pintu belakang. Ia berjalan 6 blok mendatangi Toko Obat Rexall yang pada pintunya terdapat gambar kepala suku Indian dalam ukuran besar. Ia menunggu dengan sabar untuk mendapatkan perhatian dari apoteker yang sedang bekerja di sana. Rupanya sang apoteker terlalu sibuk saat itu. Tess menekankan kakinya ke lantai lalu memutarnya sehingga mengeluarkan suara berderit. Tak ada yang memperhatikannya. Ia berdehem membersihkan tenggorokkannya dengan suara yang sangat menjijikan. Inipun tak ada gunanya. Akhirnya ia mengambil uang koin lalu memukulkannya ke kaca etalase. Kali ini ia berhasil mendapat perhatian.
            “Apa yang kau inginkan?” kata apoteker itu dengan agak jengkel. “Aku sedang bicara dengan saudaraku dari chicago yang telah lama tidak bertemu.”
            “Well, aku ingin bicara kepadamu tentang saudaraku,” kata Tess, juga dengan nada jengkel. “Ia benar-benar sakit...aku mau membeli keajaiban.”
            “APA?!?” tanya si apoteker.
            “Namanya Andrew, ada sesuatu yang jahat tumbuh dalam kepalanya. Papaku berkata hanya keajaiban yang dapat menyelamatkannya. Jadi, berapa harga keajaiban?”
            “Adik kecil, kami disini tidak menjual keajaiban. Maaf aku tidak dapat menolongmu,” kata si apoteker kali ini dengan suara lebih lembut.
            “Dengarkan..., aku punya uang untuk membelinya. Bila tidak cukup aku akan mengambil uang lagi. Tolong katakan saja berapa harganya!”
            Saudara si apoteker yang berpakaian rapi membungkuk lalu bertanya kepada si gadis kecil, “Keajaiban apa yang dibutuhkan adikmu?”
            “Aku tidak tau,” jawab Tess yang mulai menitikkan air mata. “Yang kutau ia benar-benar sakit.  Mama dan Papa bilang ia harus dioperasi..., tapi Papa tidak mampu membayar, lalu aku mengambil tabunganku.”
            “Berapa uang yang kau miliki?”
            “Satu dolar sebelas sen,” kata Tess lirih hampir tidak terdengar. “Itu semua yang kumiliki, tapi aku dapat mencari tambahan bila diperlukan.”
            “Well, alangkah kebetulan,” kata orang itu sambil tersenyum, “Satu dolar sebelas sen adalah uang yang pas untuk membeli keajaiban untuk adikmu.”
            Orang itu lalu mengambil uang itu dengan tangan yang satu dan meraih tangan si gadis kecil dengan tangannya yang lain lalu berkata, “Bawalah aku ke rumahmu! Aku akan melihat adikmu dan bertemu dengan orang tuamu. Akan kulihat apakah aku punya keajaiban yang kau butuhkan.”
            Pria berpakaian rapi itu adalah Dr. Carlton Armstrong, ahli bedah syaraf. Ia kemudian melakukan operasi dan tak lama kemudian Andrew sudah kembali ke rumah lagi dalam keadaan sehat. Mama dan Papanya kemudian membicarakan rentetan kejadian yang akhirnya membawa mereka ke tempat operasi.
            “Operasi itu,” bisik sang Mama, “benar-benar ajaib. Aku kadang bertanya dalam hati, berapa seharusnya biaya operasi itu.”
            Tess tersenyum. Ia tahu benar harga keajaiban itu : 1 Dolar dan 11 sen plus keyakinan seorang gadis kecil.

Prakata

hhmmm.....
Ini adalah untuk pertama kalinya saya terjun langsung ke dunia blog..
Dalam "hhmmm.." ini kemungkinan ada beberapa posting yang telah pernah para pembaca nikmati sebelumnya,,karena blog ini akan saya jadikan tempat untuk menampung kisah-kisah inspiratif yang layak untuk dibaca..dan akan ada beberapa karya pribadi saya...


Tak salah jika saya haturkan maaf terlebih dahulu jika ada yang kurang berkenan..
silakanbaca...
Semoga bermanfaat.. :-)