Sabtu, 30 Oktober 2010

Harga Sebuah Keajaiban




Tess menjadi dewasa sebelum waktunya ketika mendengar Mama dan Papanya berbicara tentang adik kecilnya, Andrew. Dari pembicaraan kedua orang tuanya, ia tahu bahwa adiknya sangat sakit padahal mereka tidak memiliki uang. Hanya operasi mahal yang dapat menyelamatkan Andrew, dan tampaknya tidak ada orang yang dapat memberi mereka pinjaman uang.
            Tess mendengar Papanya berbisik putus asa kepada Mamanya yang sedang menangis, “Hanya keajaiban yang dapat menyembuhkannya”.
            Tess pergi ke kamarnya, mengeluarkan tabungan dari persembunyiannya di lemari pakaian, lalu menuangkan semua isinya ke lantai. Ia kemudian menghitung dengan teliti, bahkan melakukannya tiga kali. Jumlah hitungan harus tepat. Tidak boleh ada kesalahan. Ia kemudian memasukkan kembali uang receh itu ke dalam tabungan, menutupnya, lalu menyelinap ke luar lewat pintu belakang. Ia berjalan 6 blok mendatangi Toko Obat Rexall yang pada pintunya terdapat gambar kepala suku Indian dalam ukuran besar. Ia menunggu dengan sabar untuk mendapatkan perhatian dari apoteker yang sedang bekerja di sana. Rupanya sang apoteker terlalu sibuk saat itu. Tess menekankan kakinya ke lantai lalu memutarnya sehingga mengeluarkan suara berderit. Tak ada yang memperhatikannya. Ia berdehem membersihkan tenggorokkannya dengan suara yang sangat menjijikan. Inipun tak ada gunanya. Akhirnya ia mengambil uang koin lalu memukulkannya ke kaca etalase. Kali ini ia berhasil mendapat perhatian.
            “Apa yang kau inginkan?” kata apoteker itu dengan agak jengkel. “Aku sedang bicara dengan saudaraku dari chicago yang telah lama tidak bertemu.”
            “Well, aku ingin bicara kepadamu tentang saudaraku,” kata Tess, juga dengan nada jengkel. “Ia benar-benar sakit...aku mau membeli keajaiban.”
            “APA?!?” tanya si apoteker.
            “Namanya Andrew, ada sesuatu yang jahat tumbuh dalam kepalanya. Papaku berkata hanya keajaiban yang dapat menyelamatkannya. Jadi, berapa harga keajaiban?”
            “Adik kecil, kami disini tidak menjual keajaiban. Maaf aku tidak dapat menolongmu,” kata si apoteker kali ini dengan suara lebih lembut.
            “Dengarkan..., aku punya uang untuk membelinya. Bila tidak cukup aku akan mengambil uang lagi. Tolong katakan saja berapa harganya!”
            Saudara si apoteker yang berpakaian rapi membungkuk lalu bertanya kepada si gadis kecil, “Keajaiban apa yang dibutuhkan adikmu?”
            “Aku tidak tau,” jawab Tess yang mulai menitikkan air mata. “Yang kutau ia benar-benar sakit.  Mama dan Papa bilang ia harus dioperasi..., tapi Papa tidak mampu membayar, lalu aku mengambil tabunganku.”
            “Berapa uang yang kau miliki?”
            “Satu dolar sebelas sen,” kata Tess lirih hampir tidak terdengar. “Itu semua yang kumiliki, tapi aku dapat mencari tambahan bila diperlukan.”
            “Well, alangkah kebetulan,” kata orang itu sambil tersenyum, “Satu dolar sebelas sen adalah uang yang pas untuk membeli keajaiban untuk adikmu.”
            Orang itu lalu mengambil uang itu dengan tangan yang satu dan meraih tangan si gadis kecil dengan tangannya yang lain lalu berkata, “Bawalah aku ke rumahmu! Aku akan melihat adikmu dan bertemu dengan orang tuamu. Akan kulihat apakah aku punya keajaiban yang kau butuhkan.”
            Pria berpakaian rapi itu adalah Dr. Carlton Armstrong, ahli bedah syaraf. Ia kemudian melakukan operasi dan tak lama kemudian Andrew sudah kembali ke rumah lagi dalam keadaan sehat. Mama dan Papanya kemudian membicarakan rentetan kejadian yang akhirnya membawa mereka ke tempat operasi.
            “Operasi itu,” bisik sang Mama, “benar-benar ajaib. Aku kadang bertanya dalam hati, berapa seharusnya biaya operasi itu.”
            Tess tersenyum. Ia tahu benar harga keajaiban itu : 1 Dolar dan 11 sen plus keyakinan seorang gadis kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar